Monday, September 17, 2007

Sebuah Konstruksi pemikiran tentang Visi Kepemimpinan

Oleh : M. Taufik Bill Fagih*


Persolan-persoalan yang cukup rumit agar dapat dileraikan diperlukan sosok pemimpin yang mempunyai Power Skil. Hampir bisa dipastikan kehadiran pemimpin yang mempunyai kepiawaian lebih, dalam mengatur organisasi yang saat ini sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan dan kompetisi yang sengit, dibutuhkan sikap dan perilaku pemimpin yang mempunyai kualitas unggul dalam mengembangkan manajemen negara/ organisasi, dan juga harus mampu memperlihatkan ide-ide cemerlangnya serta membawa konsep Inovasi dan Kreativitas baru bagi negara/organisasinya itu sendiri.

Untuk itu ada tiga unsur yang harus ditanamkan bagi roda kepemimpinan sebuah organisasi. Pertama profesionalitas. Sebagai Kholifah Fiil Ardi yang dititipi amanah dituntut untuk berperan activ sekaligus melahirkan tongkat estapet professional dalam melakukan kerja-kerja kongkrit tentunya. Tidak bisa dipunkiri sedikit banyaknya manusia harus belajar dari sejarah kehidupannya. Dengan demikian karakter professional akan membentuk pemimpin yang loyal.

Kedua, proporsional. Dalam management, kepemimpinan harus ditempati oleh mereka yang memiliki skill memimpin sesuai dengan profesinya masing-masing. Oleh karena itu, pemimpin dituntut agar dapat memberikan posisi yang spesifik bagi anggota-anggotanya. Dan akhirnya job discription masing-masing personel akan terrealisasikan dengan baik. Adapun yang ketiga, dalam rangka mencapai sebuah kepemimpinan yang professional dan proporsional, maka yang harus ditekankan adanya niat yang sungguh-sungguh dari setiap pemimpin. Arah gerakan, orientasi dan tujuan organisasi sangat berpengaruh dengan niat para pengurusnya. Sejauh mana mereka akan membawa organisasi sesuai dengan visi dan misinya.

Dalam rangka mengembangkan serta melatih jiwa kepemimpinan di atas, mahasiswa membutuhkan media yang sekiranya dapat mengakomodir. Dan media yang tepat tentu adalah organisasi kepemudaan (OKP). Melalui OKP terjadi pelatihan dasar kepemimpinan dalam proses kaderisasi. Oleh karenanya OKP dianggap wadah yang representative untuk melatih dari tingkat dasar kepemimpinan bagi mahasiswa yang akan diterapkan kepada masyarakat pada tataran realitas.

Mahasiswa notabenenya dikatakan sebagai agen of change and control – seperti yang pernah diperjuangkan oleh mereka sang “penghancur” rezim otoriter kala itu. Namun, hari ini dapat dikatakan bahwa mahasiswa mengalami stagnasi pergerakannya. Dan ini merupakan sebuah perubahan orientasi yang cukup besar. Hal ini tidak luput dari disfungsi peran organisasi kepemudaan. Sebab, OKP merupakan sarana penempaan pendidikan kepemimpinan mahasiswa yang memberikan andil penting bagi proses kepemimpinan elit bangsa.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan bagian dari OKP yang berkompeten dalam rangka mencetak kadernya untuk berjiwa kepemimpinan kritis tranformatif. Apalagi dengan menjadikan motonya (zikir, fikr dan amal shaleh) sebagai trilogy gerakan perubahan.

Sama halnya dengan konsep teologi (tauhid) gerakan PMII yang membawa kadernya untuk secara optimal dapat melahirkan kontruksi masyarakat ideal dan dijamin oleh nilai-nilai ke-ilahian tanpa kekerasan. Indikasinya adalah ketika Aswaja dijadikan manhaj alfikr yang mampu menggagas kembali tentang peranan manusia di muka bumi, baik terhadap Tuhan, sesamanya dan alam semesta (NDP). Bagi PMII, dari sudut pandang teologi, manusia diletakkan sebagai subyek utama yang mewakili tugas-tugas ketuhanan di bumi yang berjalan dan berproses hidup dalam sumbu poros keilahian. Sebab manusia memiliki kemerdekaan dan kekuatan untuk menentukan nasib dirinya berdasarkan amanah Tuhan. Tugas kepemimpinan (khalifah) ini harus terus bergejolak dengan segala dinamikanya (istiqomah) hingga titik darah penghabisan. Dengan kata lain, teologi PMII menjadikan kaderrnya untuk terus memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan (HAM, demokrasi, tasamuh, tawasuth dan tawazun).

Seperti yang pernah diungkap Nusron Wahid, PMII sebagai organisasi mahasiswa yang konsen terhadap perjuangan menegakkan demokrasi tidak memiliki pilihan lain, kecuali menyelamatkan demokratisasi secara sistemik dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Pilihan untuk menyelamatkan perjuangan demokrasi, berarti harus berjuang secara utuh dan bersama-sama untuk menyelamatkan transisi demokrasi, karena itu PMII sebagai komponen pemuda mencari solusi dalam kepemimpinan republik ini, mencari dan mengawal format kepemimpinan yang demokratis. Jika konstruk pemikiran demikian, maka kader PMII merupakan solusi yang tepat bagi posisi strategis di sebuah negara/ organisasi.

PMII organisasi Revolusioner

Di sinilah subtansi PMII jika akan melahirkan kader berjiwa kepemimpinan yang “kaffah”. Cirri dinamisitas dengan penuh dialektis, historis dan memiliki kemampuan intelektual kritis terhadap realitas serta dengan tegas berpihak secara praktis, merupakan tolok ukur bahwa PMII adalah OKP yang dapat melahirkan pemimpin berjiwa revolusioner. Indikasinya adalah ketika kita menukik kelahiran PMII itu sendiri bahwa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan organisasi yang dibesarkan dari barisan kaum tertindas dan terpinggirkan, yang mencoba untuk bangkit demi tercapainya cita-cita bersama, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Berbicara PMII bukanlah berbicara para elit, tetapi berbicara tentang rakyat jelata yang hingga saat ini masih terdiskriminasi oleh sistem yang korup, diskriminatif, dan elitis, seakan bangsa ini bangsa yang telah maju dan Merdeka (demikian salah satu perspekstif beberapa sahabat).

Dengan demikian konsekuensinya adalah apapun yang terjadi PMII selalu mengedepankan perubahan dalam rangka menuju suatu kemaslahatan bagi kadernya. Termasuk dialektika secara internal. Jika yang terjadi adalah sebuah ketimpangan, kesenjangan serta kemunduran dalam bergerak, maka tidak menutup kemungkinan kader-kader yang berjiwa revolusioner akan melakukan gerakan-gerakan independent dan progresif (kritis transformatif). Dalam rangka melawan dan merombak kemapanan system, kader PMII dituntut untuk melakukan sikap konfrontatif praksis. Frem berpikir dangan nilai-nilai kepemimpinan revolusioner akan terus mengalami proses perjalanannya. Jika tidak, maka PMII-pun akan terjebak pada stagnasi berjuang.

Dengan menyadari hal di atas, kader PMII sangat berpeluang untuk duduk di posisi strategis baik secara eks-maupun internal organisasi. Sudah saatnya kader PMII membumikan nilai-nilai revolusioner. Meski harus lepas secara structural dengan instansi sekitarnya.

PMII lahir karena melihat ketimpangan. PMII “berpisah” dengan NU karena menjaga independensi gerakannya. Demikianlah kader-kader PMII, harus hijrah dari ketidakadilan, keterpurukan serta dapat memberikan solusi kongkrit bagi bangsa, negara dan masyarakat serta untuk organisasinya. Melalui PMII generasi baru yang berdarah biru akan siap membangkitkan gairah perubahan…

*Penulis adalah wakil Presiden Mahasiswa STAIN Samarinda

Memotret Gelinding “Bola Panas” Wacana PMII Cabang Tandingan

 
Memotret Gelinding “Bola Panas” Wacana PMII Cabang Tandingan  (2) 
Wacana deklarasi pendirian PMII Cabang tandingan semakin menghangat menjadi buah bibir dikalangan warga pergerakan, jikalau minggu lalu redaksi telah menyajikan kilas balik fenomena PMII “tandingan” dalam sejarah dan pengalaman PMII Samarinda maka edisi ini sesuai dengan janji redaksi, akan menelusuri lebih lanjut tentang pro-kontra kesiapan “kuantitatif” berupa pemenuhan kuota dan jumlah kader dan syarat-syarat yuridis-legal-formal yang dicantumkan dalam AD-ART PMII, berikut ulasan selengkapnya.
 

Dari hasil pantauan redaksi, berkembangnya wacana deklarasi Cabang PMII Tandingan di warga PMII STAIN Samarinda kini bahkan telah sampai pada “kasak-kusuk” persoalan nama Cabang yang akan digunakan, sejauh ini walaupun beragam tanggapan hadir dari warga PMII STAIN sendiri namun dari pantauan redaksi sesungguhnya keinginan mereka hampir tunggal yaitu sepakat dengan pendirian Cabang PMII Tandingan. Bergulirnya dukungan dan tanggapan dari berbagai pihak baik dari kader sendiri hingga pihak lain dianggap mendorong dan mendukung wacana kehadiran PMII tandingan tersebut. Salah satunya nampak tergambar dari pernyataan dosen dan sekaligus alumni PMII STAIN samarinda, Moh.Mahrus, M.Ag dan Moh.Eka Mahmud, M.Ag belum lama ini di ruang kerjanya ketika diminta pendapatnya. “…kalau kami berpendapat PMII Cabang jangan hanya sekedar wacana, tapi harus segera didirikan atau di realisasikan…” ungkap mereka berdua.

Mengenai peluang pembentukan Cabang, pada pasal 15 AD-ART, Cabang dapat didirikan dengan sekurang-kurangnya memiliki 2 komisariat, walaupun di STAIN baru ada satu komisariat namun dari sisi jumlah kader tentunya dapat di realisasikan jika batasan formal 1 komisariat atau pendirian cabang dengan situasi khusus berjumlah 50 orang (pasal 15 ayat 3) selain itu alternatif ekspansi ke kampus lain bisa menjadi pilihan tambahan.

Hingga berita ini naik di meja redaksi, redaksi menerima begitu banyak respon pembaca berupa sms, email hingga press release dari warga PMII Samarinda. Sebagian bernada dukungan dan sebagaian lagi mengecam bahkan ada beberapa sms gelap tanpa nama yang menghujat dengan kata-kata kotor yang tak pantas disampaikan apalagi mengatasnamakan warga pergerakan. Karena keterbatasan kolom dan ruang maka sebagian tanggapan tersebut kami muat di kolom tanggapan pembaca.

Menurut penulusuran Redaksi di dalam AD-ART tidak menyinggung mengenai pendirian Cabang PMII Tandingan, di Bab IV tentang penghargaan dan sanksi misalnya, sanksi tentu berbeda dengan pemecatan. Sanksi pun dapat melalui proses banding lewat mahkamah yang dibentuk oleh otoritas PMII yang berwenang. Sanksi dan pemecatan juga haruslah betul-betul karena melanggar prinsip-prinsip organisasi seperti mencemarkan nama baik, dalam konteks ini oposisi kualitatif Cabang PMII tandingan tentunya bukanlah upaya pencemaran nama baik dan sah secara “ideologis” dan “kualitatif”. Senada dengan itu menurut Eva Dwi Cahyono salah seorang warga PMII mengatakan bahwa politik kader berupa iklim demokratis harus dijaga dalam penentuan sikap mendirikan cabang tandingan atau tidak, adalah sah dalam iklim yang demokratis.

Redaksi juga telah melakukan pooling public opinion dengan membuat beberapa pertanyaan dasar guna menjaring lebih dalam aspirasi warga PMII STAIN samarinda terkait dengan sorotan edisi ini yaitu “wacana Deklarasi Cabang PMII Tandingan”, berikut hasilnya kami persembahkan untuk anda para pembaca. Sebagai berikut:


Hasil Survai Tim Sapulidi


1. Sepakatkah anda dengan wacana deklarasi PMII Cabang Tandingan sebagai upaya oposisi “kualitatif” kerja-kerja ideologisasi dan kaderisasi PMII?

- Sepakat

- Tidak sepakat

- Tidak ingin berkomentar (abstain)

- Tidak tahu


2. Jika sepakat, apa program kerja awal atau prioritas utama yang harus dilakukan oleh PMII cabang tandingan tersebut?

- Ekspansi ke Kampus lain

- Konsentrasi kaderisasi di Internal

- Membangun jejaring gerakan pada organ lain

3. Bagaimana anda menyikapi atau menanggapi reaksi penolakan akan kehadiran PMII cabang tandingan tersebut?

- Merespon secara wajar karena bagian dari demokrasi

- Melawan apalagi jika mengancam secara fisik

- Tidak ambil pusing
















































R: 180 kepala

Random Sampling


Dengan menggunakan metode random sampling, mengacu jumlah responden yang ditentukan redaksi mendapatkan 84, 2 % dari responden ketika ditanyakan kesepakatannya jika didirikan cabang PMII tandingan menjawab sepakat dengan alasan yang beragam. Sedangkan ketika ditanya dengan pertanyaan kedua tentang prioritas apa yang harus dilakukan oleh cabang pmii tandingan ke depan, maka 64,5% memilih ekspansi ke kampus-kampus lain. Mereka sebagian beranggapan bahwa dalam kurun 1 tahun kepengurusan cabang di bawah kepemimpinan sahabat Irawan HS, tidak jelas. Mereka menyatakan sampai hari ini saja tidak pernah ada sosialisasi dan kejelasan di mana saja PMII sudah berdiri, “Cabang terkesan tidak evaluatif sehingga indikator ekspansi dan laporan perkembangan rayon-komisariat pun tidak pernah di transparansikan” cetus seorang kader berinisial YZ yang tidak ingin di sebutkan nama lengkapnya ketika ditemui redaksi. ”…yah tiba-tiba saja kalau sudah konfercab aja baru jumlah rayonnya jelas…yang jelas banyak fiktifnya lah..”ujarnya lagi ketus. Sedangkan masih soal prioritas apa yang harus dilakukan Cabang PMII Tandingan bila benar muncul, sebagian memilih untuk membangun jejaring dengan organ lain. Dan sisanya memilih untuk memperkuat basis kaderisasi internal STAIN Samarinda.

Berikutnya mengenai ketika ditanya seperti apa mereka menyikapi atau merespon suara penolakan baik yang santun maupun keras dari pihak yang tidak sepakat atas kehadiran cabang PMII tandingan, responden terbanyak memilih untuk bersikap wajar dan demokratis (69,8%) sebagian beralasan bahwa jika mereka memperlihatkan unsur-unsur kekerasan berupa ucapan–ucapan tidak patut lewat sms seperti kalimat “pmii stain anjing** “ sekalipun, kita harus menanggapi dengan dewasa toh mereka justru menunjukkan kekerdilan mereka sendiri ucap YZ lagi menambahkan.

Sedangkan sisanya justru beranggapan sebaliknya yaitu melawan apa lagi jika sampai ada yang bermuatan unsur kekerasan fisik dan sisanya lagi memilih tidak ambil pusing atau cuek.


 
Prediksi Struktur Pengurus Cabang “Tandingan”
 
Dewan Pembina : Prof. DR. Hj. Siti Muri’ah
                                Rusman Ya’kub M. Si
                                Safaruddin J., S.Sos
                                Amir Tajrid, M. Ag
                                Asman Aziz
 
Ketua Umum        : Rusdiono/Imam Sutanto/ Marfu’atin Muthaharoh
Ketua I                  : Bill Faqih/Arifuddin
Ketua II                  : Hajriana/ Wahyudi
 
Sekretaris Umum  :   Ayatullah Khumaini/Ardita
Wk. Sekretaris I   : Fitriani

Wk. Sekretaris II : Purwati

Bendahara : Irma Fitriana/ Halimah

BIDANG INTERNAL

Depertemen Kaderisasi Dan Pengembangan Sumberdaya Manusia

Koordinator : Nur Syahid Prasetya

Anggota : Ansur Arsyad

Purwati

Depertemen Kajian Dan Pengembangan Intelektual

Koordinator : Muhyiddin

Anggota : Arjuu RD

Desman Minang

BIDANG EKSTERNAL

Depertemen Hubungan dan komunikasi serta kebijakan publik

Koordinator : Susanti Widyawati

Anggota : Sri Devi

Abdul Kadir