Saturday, September 15, 2007

Berita


Mewaspadai Gerakan Islam Ekstreem menjelang suma


Sapulidi, SUMA digelar, perhelatan untuk merebut posisi kepresidenan mahasiswa pun telah dimulai. Seperti tahun-tahun sebelumya, SUMA selalu menjadi perhatian yang menyedot dan menyibukkan beberapa elemen mahasiswa untuk ikut bertarung dan merebut posisi nomor satu di strukutur organisasi kemahasiswaan ini, biasanya yang paling menonjol adalah pertarungan idiologi antar organ-organ kemahasiswaan.

Kali ini tim sapulidi ingin memotret segala proses dinamika yang terjadi menjelang SUMA, dan dari data yang dihimpun kami berhasil menangkap bahwa ternyata teman-teman mahasiswa dari kelompok yang berhaluan atau berideologi Islam garis keras (ekstrim) diam-diam mulai melakukan konsolidasi guna menyusun kekuatan dan mempersiapkan amunisi untuk ikut bertarung di SUMA, berikut adalah hasil petikan wawancara sapulidi kebeberapa responden menanggapi hal ini.

Diantaranya adalah sahabat Dion, yang ketika dimintai tanggapannya, dia mengatakan bahwa sahabat-sahabat harus mewaspadai hal itu, kalau sampai mereka yang berhasil menjadi pemimpin, “kampus kita akan menjadi menakutkan dan mengerikan, karena karakter mereka itu tidak suka kompromi, anti perbedaan dan tidak dialogis, mereka itu hobinya menyesat-nyesatkan dan mengkafir-kafirkan orang atau kelompok lain, mengklaim dirinya paling benar. Saya tidak tahu apa jadinya kampus kita jika dipimpin oleh mereka, pasti iklim demokrasi dan dinamika kampus tidak ada lagi seperti yang terjadi di kampus-kampus lain yang berhasil mereka kuasai, Dan itu yang membedakan kita di PMII,” tambahnya, kita dengan sikap toleransi yang tinggi terhadap semangat Aswaja selalu menghargai dan memiliki semua perbedaaan dan keragaman”. Jelas mantan Presiden Mahasiswa ini.

Memang jika ingin ditiliki lebih jauh mereka itu adalah gerakan sempalan yang pada awalnya bersumber dari gerakan Islam yang muncul di Timur Tengah yang dikenal dengan istilah “gerakan Wahabisme” (diambil dari nama pendirinya Abdul Wahab), kemudian bermetamorfosa menjadi ikhwanul muslimin di Mesir dan sekarang menular ke Indonesia termasuk yang hari ini muncul di kampus STAIN.

Yang cacat dari gerakan mereka adalah sangat syarat dengan misi ideologi “Arabisasinya”, mereka berambisi ingin meng-Arab-kan disetiap aspek kehidupan kita dari cara berpakaian hingga tingkah laku, bagi mereka tolak ukur kebenaran adalah Arab –padahal kita maklum tidak semua yang dari arab itu baik dan tidak semua yang kita miliki disini itu buruk sehingga harus diganti dengan kebiasaan Arab– mereka tidak sadar gerakan mereka melukai dan mencederai kultur lokal.

Tradisi gurun pasir tidak pantas untuk diterapkan di Indonesia yang secara historiografis dan kondisi sosiologis sangat jauh berbeda ditambah lagi keragaman yang kita miliki.

Sejarah pun juga telah banyak bicara bagaimana awal mula masuknya Islam di Indonesia, dengan melalui cara-cara santun, berdialog dan melebur bersama tradisi-tradisi lokal, ini yang menyebabkan Islam lebih mudah diterima di Indonesia, seperti yang dilakoni oleh Wali Songo, mereka hampir meng-Islam-kan seluruh Jawa dengan cara-cara pendekatan budaya dan tradisi, seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga menyebarkan Islam melalui kesenian Wayang Kulit dan musik misalnya.

Nah disinilah peran penting yang dimiliki PMII, dengan semangat paradigmanya mampu meramu antara misi-misi luhur Islam dengan kearifan budaya lokal. Dalam gerakannya PMII tidak pernah a-historis, selalu melihat kondisi kontekstual dimana dia berada, pemahaman Islamnya PMII adalah rahmatan lilalamin.

Di kesempatan yang lain sahabat Arifudin yang juga berhasil dimintai tanggapannya, dia melihat kalau teman-teman gerakan Islam garis keras itu adalah orang-orang yang baru belajar tentang Islam “mereka itu sebenarnya baru mengenal Islam sehingga wajar jika mereka menganggap apa yang mereka pahami paling benar, pemahaman Islam mereka masih sangat dangkal, padahal jika seandainya mereka tahu bagaimana ramainya ruang kontersi penafsiran dan dinamika pemikiran dalam dunia Islam, saya yakin mereka pasti malu dengan sikap mereka hari ini.” Jelasnya.

Ketua MPM yang sebentar lagi lengser ini menambahkan, fenomena ini bisa dilihat, mereka hanya bisa berkembang di kampus umum yang memang latar belakang mahasiswanya bisa dikatakan pemahaman Islamnya “pas-pasan”, sementara di Kampus Islam seperti STAIN yang latar belakang mahasiswanya memiliki basic agama yang kuat (dari pesantren dan sekolah Islam) malah justru mereka tidak berkembang.” “saya yakin setelah wawasan ke-Islam-annya dan pemahaman agamanya sudah luas mereka pasti akan memilih untuk masuk di PMII,” tambahnya.

Sementara dari sisi lain sahabat Mashud lebih menyoroti pada orientasi gerakan mereka, “sebenarnya bukan hanya persoalan minimnya pemahaman agama, tapi gerakan yang mereka bangun memiliki sasaran atau target-taget politik, merekakan under bow salah satu Partai Politik Islam, gerakan di kampus adalah strategi mereka untuk mencari massa dukungan ditingkatan mahasiswa saja. Contohnya di salah satu kampus di Samarinda yang saat ini mereka kuasai, di moment-moment pemilihan seperti pilkada misalnya, mereka diarahkan untuk mendukung calon Partai politiknya dan mahasiswa-mahasiswa tersebut dijadikan mesin untuk berkampanye dan menjadi tim suksesnya. Hal ini bisa diidentifikasi dengan seringnya mereka membawa atribut partai politik ke dalam Kampus seperti stiker, panpel dan sebagainya. Pada dasarnya agama hanya dijadikan kedok untuk mencari simpati dalam memuluskan ambisi mereka untuk merebut kekuasaan.

Menyusup Melalui Pesma

Harus diakui keberadaan Pesantren mahasiswa sangat menghambat gerak–langkah gerakan mahasiswa saat ini, bagaimana tidak, mahasiswa baru ditempatkan jauh dari kampus, mereka diasingkan dari dunia kampus, sehingga komunikasi dan intensitas gerakan antara sahabat-sahabat gerakan dengan mahasiswa baru menjadi terputus dan miscomunisation, misalnya saja yang terjadi saat ini bagaimana gerakan yang dibangun kawan-kawan di BEM yang menyoroti kebijakan Pesma ternyata tidak sinerji dan tidak nyambung dengan kawan-kawan mahasiswa baru disana, malah terjadi cless (kesalahpahaman) diantara keduanya, jika ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada inisiatif untuk memediasi maka akan berakibat vatal bagi gerakan mahasiswa di kampus STAIN Samarinda.

Melihat kondisi seperti ini, dimanfaatkan oleh kelompok Islam garis keras tersebut untuk menyusupi mereka dan mulai menebar racun ideologinya, seperti pengakuan salah satu sumber kami disana yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa mereka sering berkunjung dan terus melakukan pendekatan dengan massif dan intensif “mereka sih kesana dengan alasan mengunjungi rekan atau sanak famili tapi siapa yang tahu kalau mereka juga membawa misi untuk menebar ideloginya” tambahnya. (bill)

No comments: