Saturday, September 15, 2007

Karena Beda Aku Dewasa

Karena Beda Aku Dewasa
Oleh: M. Taufik Bilfagih*
Pada tahun 2004, Bill menjadi seorang pemuda Kosiem (Komunitas Islam
Emansipatoris) . Selama empat hari, dia mengikuti pendidikan Islam
Emanasipatoris dan dilatih secara intensif di Auditorium MAN Model
Samarinda, di mana tempat itu adalah wadah pengkaderan komunitas Islam
Emansipatoris dalam bentuk pendidikan dan pelatihan. Dia mempelajari
paham agama dalam pandangan tafsir emansipatoris yang sangat kekinian
(kontekstual) , bentuk Islam Emansipatoris, visi dan misi Islam
Emansipatoris dan gerakan serta wacana Islam Emansipatoris, semuanya
diperolehnya melalui pendidikan tersebut. Dia pulang dengan membawa
sertifikat dan banyak wacana ke-Islaman dari sana. Dan disaat itulah
dia resmi menjadi anggota Kosiem dan harus mengamalkan apa yang
menjadi visi dan misi Kosiem (Humanis, Kritis, Transpormatif dan
Praksis. Red). Segera setelah kembali ke kampusnya (STAIN Samarinda),
dia aktif memperjuangkan paham Islam Emansipatoris dengan mengadakan
kajian setiap malam minggunya, menerbitkan buletin, dan mencoba
mengkritik problem ke-Islaman yang terjadi di kampusnya (karena di
kampusnya, tidak sedikit dosen dan mahasiswanya berwatak konservatif
alias kuno). Dia merasa sangat berbahagia ketika mushallah Al-Dien
dikampusnya sering dijadikan tempat diskusi kajian wacana-wacana
kontempoer serta dinding-dinding kampusnya yang penuh dengan buletin
At-Taharrur—salah satu buletin yang tersohor di STAIN terbitan Kosiem
Kaltim. Sebagai kader Komunitas Islam Emansipatoris, dia berhasil
memberikan warna-warni dalam memahami Islam kepada kampusnya yang
kebanyakan komunitasnya berkarakter feodal.
Dua tahun kemudian, Bill masih menjadi pemuda dan kader militan Kosiem
apa lagi dia menjabat sebagai Public Relation di Kosiem Kaltim. Tetapi
kini dia bekerja sama dengan tokoh-tokoh HTI dan bahkan sedang jatuh
cinta dengan salah satu wanita HTI berjilbab besar alias "jilbaber"
yang tadinya dikritik melalui penafsiran emansipatorisnya. Dia bersama
tokoh-tokoh HTI tersebut mengelola sebuah organisasi baru yang
membantu bagi mereka berekonomi lemah. Para jamaahnya tak lagi
mempersoalkan ke-Kosiemnya yang dianggap terlalu `enteng' memahami agama.
Rupanya banyak orang seperti Bill, berasal dari HTI, PKS, FPI, Jamaah
Islamiyah, dll. Pada saat sebagian anggota Kosiem mulai mengamalkan
kajian diskusi keagamaan, sebagian HTI meninggalkannya. Dahulu HTI
menyebut dirinya benar, sedangkan Kosiem dan kawan-kawan sebagai kaum
kafir dan liberal. Sekarang Kosiem dan kawan-kawan menyatakan dirinya
benar; sementara HTI lebih liberal dari Wahabi (alias terlalu
fundomental) . Kini, khususnya pada kalangan anak-anak muda, ikhtilaf
pendapat dan firqoh tidak lagi menjadi fokus perhatian. Buat mereka,
tantangan yang dihadapi umat Islam jauh lebih besar daripada perbedaan
dalam cara-cara beribadat dan berpendapat.
Lebih dari itu, sekarang orang menyadari bahwa perbedaan mazhab fiqih
dan perbedaan pendapat itu seringkali dibesar-besarkan untuk
kepentingan politik. Kesadaran bahwa konflik mazhab atau firqoh itu
lahir dari kepentingan politik adalah fakta sebuah sejarah. Bukankah
dua mazhab awal --Sunni dan Syiah-- muncul karena perbedaan visi politik?
Dalam suatu kajian di STAIN, Samarinda, disimpulkan bahwa
firqoh-firqoh sejalan dengan perkembangan sistem politik. Yaitu
bagaimana firqoh ini yang menguasai atau firqoh itu yang berkuasa
dalam suatu wilayah (negara maupun dunia). Kesadaran inilah tampaknya
mengubah Bill belakangan ini. Sehingga ia pun tak mempedulikan lagi
mana Kosiem dan mana HTI, siapa salah dan siapa yang benar. Yang dia
tahu hanyalah "Al Haqq min Rabbiq…". Kebenaran manusia masih bersifat
relatif dan nisbi, dan iapun mencoba mencari kebenaran melalui
firqoh-firqoh yang ada.
Barangkali orang-orang seperti Bill ingin mengikuti tradisi para imam
yang ada (imam fiqh) dimana mereka memiliki argument tersendiri dalam
persoalan pendapat dan beribadat. Namun mereka tetap menghormati dari
apa yang menjadi pedoman dari imam lain ketika mereka berada di
wiliyah imam yang lain tersebut (contoh kecil yakni persoalan kunut).
Selain itu, terkait persoalan fiqh mungkin seorang Bill sedang
merefleksikan dari apa yang pernah terjadi di jaman para sahabat, Ibnu
Mas'ud. Ibnu Mas'ud kecewa betul ketika mendengar Khalifah Utsman
shalat Zhuhur dan Ashar sebanyak masing-masing empat rakaat di Mina.
Utsman r.a. dianggap telah meninggalkan sunnah Rasulullah SAW. Tetapi,
ketika Ibnu Mas'ud shalat berjamaah di Mina di belakang Utsman r.a.,
ia shalat seperti shalatnya Utsman r.a. Ketika orang mempertanyakan
hal itu, Ibnu Mas'ud berkata,"Bertengkar itu semuanya jelek!" (Hadist
Riwayat Abu Dawud).
Artinya, apakah hari ini kita akan mempersoalkan perbedaan yang sudah
jelas memiliki hikmah dalam performa kehidupan. Apakah kita akan
selalu bertengkar dari persoalan perbedaan. Semua itu bukanlah hal
yang subtansi, melainkan bentuk pemecah belahan umat. Karena jelas
dalam nash Qur'an bahwa "Wa' tashimuu bi hablillah jamiiaa walaa
tafarraquu…" Dan berpegang teguhlah kepada tali agama Allah dan
janganlah bercerai berai… "Innal Mu'minuuna Ikhwatun, fa ashlihuu…"
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara maka damaikanlah…
Hari ini sudah saatnya bangsa Islam bangkit dari ketertinggalannya,
hari ini sudah saatnya umat muslim memberikan kontribusi yang
signifikan bagi kehidupan dunia. Jangan terlalu larut dengan wacana
akhirat, sementara di dunia kita hanya selalu mementingkan diri
sendiri bahkan firqoh kita sendiri. Belajarlah dari fenomena kehidupan
Bill yang mencoba melihat segala sesuatu dari berbagai macam aspek.
Semoga bentuk memahami perbedaan adalah sebuah cara untuk menyatukan
umat bukannya penghancur. Hindari pertengkaran. Bertengkar itu kada'
nyaman. Hidup Bill, karena memahami perbedaan diapun mulai tumbuh
lebih dewasa dalam memahami segala bentuk skenario Tuhan sang "Sutradara"

* Penulis adalah mahasiswa STAIN Samarinda Jurusan Dakwah semtr.III.
saat ini menjabat sebagai Ketua Umum HMJ Dakwah dan Rayon Dakwah PMII
STAIN Smd

No comments: