Oleh : M. Taufik Bill Fagih*
Ibadah shaum (puasa), seperti halnya ibadah-ibadah lain di dalam
Islam, merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Bukan hanya puasa saja yang menjadi sarana untuk mendekatkan diri
kepada Allah – ini yang sering kita lupakan – tetapi semua ibadah yang
kita lakukan sebetulnya merupakan sarana untuk mendidikkan nilai moral
tertentu, nilai akhlak tertentu.
Setiap ibadah, baik ibadah shaum atau ibadah lain, di dalamnya
terkandung apa yang kita sebut sebagai pesan moral. Bahkan begitu
mulianya pesan moral ini, sampai Rasulullah saw. menilai "harga" suatu
ibadah itu dilihat dari sejauh mana kita menjalankan pesan moralnya.
Apabila ibadah itu tidak meningkatkan akhlak kita, Rasulullah
menganggap bahwa ibadah itu tidak bermakna. Dengan kata lain, kita
tidak melaksanakan pesan moral ibadah itu.
Dalam suatu hadits diriwayatkan bahwa pada bulan Ramadhan ada seorang
wanita sedang mencaci-maki pembantunya. Dan Rasulullah Saw.
mendengarnya. Kemudian beliau menyuruh seseorang untuk membawa makanan
dan memanggil perempuan itu. Lalu Rasulullah bersabda, "Makanlah
makanan ini." Perempuan itu menjawab, "Saya sedang berpuasa ya
Rasulullah." Rasul yang mulia bersabda lagi, "Bagaimana mungkin kamu
berpuasa padahal kamu mencaci-maki pembantumu. Sesungguhnya puasa
adalah sebagai penghalang bagi kamu untuk tidak berbuat hal-hal yang
tercela. Betapa sedikitnya orang yang shaum dan betapa banyaknya orang
yang kelaparan."
Ketika Rasulullah mengatakan "Betapa sedikitnya orang yang puasa, dan
betapa banyaknya orang yang kelaparan", Nabi menunjukkan kepada kita
bahwa orang-orang yang hanya menahan lapar dan dahaga saja, tetapi
tidak sanggup mewujudkan pesan moral itu, tidak lebih sekadar
orang-orang lapar saja.
Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. bersabda, "Banyak sekali orang yang
berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga."
Seseorang bisa saja melakukan ibadah puasa. Dia sanggup mewujudkan
pesan moral puasa itu. Bahkan kalau orang itu puasanya cacat, atau
puasanya itu batal, atau melakukan hal-hal yang terlarang, secara
fiqih, maka tebusannya adalah menjalannkan pesan moral itu. Misalnya,
pada bulan puasa, sepasang suami-isteri bercampur pada siang hari,
maka kirafatnya ialah memberi makan enam puluh orang miskin, karena
salah satu pesan moral puasa ialah memperhatikan orang-orang yang
lapar di sekitar kita.
Oleh sebab itu, kita temukan orang-orang yang tidak sanggup berpuasa,
di dalam Al-Qur'an, diharuskan untuk mengeluarkan fidyah buat
orang-orang miskin. Jadi, kalaupun tidak sanggup menjalankan ritus
puasa, tidak sanggup melakukan upacara pelaksanaan puasa itu, paling
tidak, laksanakanlah pesan moral puasa itu. Yaitu menyantuni fakir
dan miskin.
Sekali lagi, semua ajaran Islam itu mengandung pesan moral. Dan pesan
moral itulah yang saya pikir dipandang sangat penting di dalam Islam.
Mengapa Islam menekankan prinsip moral itu? Prinsip akhlak itu? Karena
kedatangan Rasulullah yang mulia bukan hanya untuk mengajarkan zikir
dan do'a. bahkan Nabi secara tegas mengatakan bahwa misinya ialah
untuk menyempurnakan akhlak; termasuk ibadah shaum, bangun tengah
malam dan shalat. Semuanya diarahkan untuk menyempurnakan akhlak
manusia. Bahkan kalau ada orang yang menjalankan pelbagai ibadah,
tetapi kurang memperhatikan akhlaknya, Islam tidak menghitung ibadah
itu. Ada pernyataan kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah ada orang yang
berpuasa di siang hari dan bangun di malam hari untuk melakukan
qiyamul lail, tetapi ia menyakiti tetangganya dengan lidahnya." Maka
Rasulullah Saw. menjawab, "Dia di Neraka."
Nabi pernah bertanya kepada sahabat-sahabatnya, "Tahukah kalian siapa
yang bangkrut itu?" Para sahabat berkata, "Bagi kami yang bangkrut itu
ialah orang yang kehilangan hartanya dan seluruh miliknya." "Tidak,"
kata Rasulullah. "Yang bangkrut ialah orang yang datang pada hari
kiamat dengan membawa pahala dari shaum-nya, pahala zakatnya dan
hajinya, tetapi ketika pahala-pahala itu ditimbang datanglah orang
mengadu, `Ya Allah dahulu orang itu pernah menuduhku pernah berbuat
sesuatu padahal aku tidak pernah melakukannya. ' Kemudian Allah
menyuruh orang yang diadukan itu untuk membayar orang itu dengan
sebagian pahala dan menyerahkannya kepada orang yang mengadu tersebut.
"Kemudian datang orang yang lain lagi dan mengadu, `Ya Allah hakku
pernah diambil dengan sewenang-wenangnya' . Lalu Allah menyuruh lagi
membayar dengan amal shalehnya kepada orang yang mengadu itu.
"Setelah itu datang lagi orang yang mengadu; sampai seluruh pahala
shalat, haji dan shaumnya itu habis dipakai untuk membayar orang yang
pernah haknya dirampas, yang pernah disakiti hatinya, yang pernah
dituduh tanpa alasan yang jelas. Semuanya dia bayarkan sampai tidak
tersisa lagi pahala amal shalehnya.tetapi orang yang mengadu masih
datang juga. Maka Allah memutuskan agar kejahatan orang yang mengadu
dipindahkan kepada orang itu."
Kata Rasulullah selanjutnya, "Itulah orang yang bangkrut di hari
kiamat", yaitu orang yang rajin menjalankan ritus-ritus itu,
upacara-upacara ibadah (shalat, shaum, zakat dan lain sebagainya)
tetapi dia tidak memiliki akhlak yang baik. Dia merampas hak orang
lain dan menyakiti hati mereka.
Lalu, sebenarnya apa yang menjadi pesan moral ibadah shaum yang kita
lakukan itu. Salah satu pesan moral ibadah shaum yang utama ialah kita
dilarang memakan makanan yang haram; supaya kita menjaga diri jangan
sembarang memakan makanan. Bahkan makanan halal pun tidak boleh kita
makan sebelum datang waktunya yang tepat. Jadi jangan sembarang makan.
Jangan makan asal saja. Kita mesti memperhatikan apa yang kita makan itu.
Pesan moral Ramadhan adalah jangan jadikan perut Anda sebagai kuburan
orang lain. Jangan jadikan perut Anda sebagai kuburan rakyat kecil.
Jangan pindahkan tanah dan ladang milik mereka ke perut Anda. Itulah
pesan moral puasa yang menurut saya relevan dengan kondisi saat ini;
ketika kita dikejar-kejar oleh konsumtivisme (senang berfoya-foya dan
berbelanja barang yang tidak bermanfaat) dan dikejar-kejar untuk
meningkatkan status sosial. Kita jarang berani memakan hak orang lain.
Kita sering jadi omnivora (binatang pemakan segala) tanpa
memperhatikan halal dan haram.
Semoga kita berpuasa sesuai dengan hakikatnya.
Wallahu `alam…
* Mahasiswa STAIN Samarinda Jurusan Dakwah/Manajemen Dakwah. Dan PK.
PMII STAIN Samarinda
Saturday, September 15, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment